Dari Ibu Seorang Demonstran


Taufiq Ismail

"Ibu telah merelakan kalian
Untuk berangkat demonstrasi
Karena kalian pergi menyempurnakan
Kemerdekaan negeri ini"

Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada
Atau gas airmata
Tapi langsung peluru tajam
Tapi itulah yang dihadapi
Ayah kalian almarhum
Delapan belas tahun yang lalu

Pergilah pergi, setiap pagi
Setelah dahi dan pipi kalian
Ibu ciumi
Mungkin ini pelukan penghabisan
(Ibu itu menyeka sudut matanya)

Tapi ingatlah, sekali lagi
Jika logam itu memang memuat nama kalian
(Ibu itu tersedu sedan)

Ibu relakan
Tapi jangan di saat terakhir
Kau teriakkan kebencian
Atau dendam kesumat
Pada seseorang
Walapun betapa zalimnya
Orang itu

Niatkanlah menegakkan kalimah Allah
Di atas bumi kita ini
Sebelum kalian melangkah setiap pagi
Sunyi dari dendam dan kebencian
Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan
Serta rasul kita yang tercinta

pergilah pergi
Iwan, Ida dan Hadi
Pergilah pergi
Pagi ini

(Mereka telah berpamitan dengan ibu dicinta
Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka
Dan berangkatlah mereka bertiga
Tanpa menoleh lagi, tanpa kata-kata)


1966
READ MORE - Dari Ibu Seorang Demonstran

DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN


Taufiq Ismail


Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan

Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkn
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan


                        1966
READ MORE - DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN

YANG SELALU TERAPUNG DI ATAS GELOMBANG


Taufiq Ismail
 
 

Seseorang dianggap tak bersalah, 
sampai dia dibuktikan hukum bersalah. 
Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. 
Kini simaklah sebuah kisah, 

  
Seorang pegawai tinggi, 
gajinya sebulan satu setengah juta rupiah, 
Di garasinya ada Honda metalik,Volvo hitam, 
BMW abu-abu, Porsche biru dan Mercedes merah. 
Anaknya sekolah di Leiden, Montpelier dan Savannah. 
Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoran dan 
Macam Macam Indah, 
Setiap semester ganjil, 
isteri terangnya belanja di Hongkong dan Singapura. 
Setiap semester genap, 
isteri gelap liburan di Eropa dan Afrika, 
 

Anak-anaknya pegang dua pabrik, 
tiga apotik dan empat biro jasa. 
Saudara sepupu dan kemenakannya 
punya lima toko onderdil, 
enam biro iklan dan tujuh pusat belanja, 
Ketika rupiah anjlok terperosok, 
kepleset macet dan hancur jadi bubur, 
dia ketawa terbahak- bahak 
karena depositonya dalam dolar Amerika semua. 
Sesudah matahari dua kali tenggelam di langit barat, 
jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipat, 
 

Krisis makin menjadi-jadi, di mana-mana orang antri, 
maka seratus kantong plastik hitam dia bagi-bagi. 
Isinya masing-masing lima genggam beras, 
empat cangkir minyak goreng dan tiga bungkus mi cepat-jadi. 
Peristiwa murah hati ini diliput dua menit di kotak televisi, 
dan masuk berita koran Jakarta halaman lima pagi-pagi sekali, 

  
Gelombang mau datang, datanglah gelombang, 
setiap air bah pasang dia senantiasa 
terapung di atas banjir bandang. 
Banyak orang tenggelam tak mampu timbul lagi, 
lalu dia berkata begini, 
"Yah, masing-masing kita rejekinya kan sendiri-sendiri," 

  
Seperti bandul jam tua yang bergoyang kau lihatlah: 
kekayaan misterius mau diperiksa, 
kekayaan tidak jadi diperiksa, 
kekayaan mau diperiksa, 
kekayaan tidak diperiksa, 
kekayaan harus diperiksa, 
kekayaan tidak jadi diperiksa. 
Bandul jam tua Westminster, 
tahun empat puluh satu diproduksi, 
capek bergoyang begini, sampai dia berhenti sendiri, 

  
Kemudian ide baru datang lagi, 
isi formulir harta benda sendiri, 
harus terus terang tapi, 
dikirimkan pagi-pagi tertutup rapi, 
karena ini soal sangat pribadi, 
Selepas itu suasana hening sepi lagi, 
cuma ada bunyi burung perkutut sekali-sekali, 
Seseorang dianggap tak bersalah, 
sampai dia dibuktikan hukum bersalah. 
 

Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu indah. 
Bagaimana membuktikan bersalah, 
kalau kulit tak dapat dijamah. 
Menyentuh tak bisa dari jauh, 
memegang tak dapat dari dekat, 

  
Karena ilmu kiat, 
orde datang dan orde berangkat, 
dia akan tetap saja selamat, 
Kini lihat, 
di patio rumahnya dengan arsitektur Mediterania, 
seraya menghirup teh nasgitel 
dia duduk menerima telepon 
dari isterinya yang sedang tur di Venezia, 
sesudah menilai tiga proposal, 
dua diskusi panel dan sebuah rencana rapat kerja, 

  
Sementara itu disimaknya lagu favorit My Way, 
senandung lama Frank Sinatra 
yang kemarin baru meninggal dunia, 
ditingkah lagu burung perkutut sepuluh juta 
dari sangkar tergantung di atas sana 
dan tak habis-habisnya 
di layar kaca jinggel bola Piala Dunia, 
 

Go, go, go, ale ale ale... 
 
  

1998  
READ MORE - YANG SELALU TERAPUNG DI ATAS GELOMBANG

Tuhan Sembilan Senti



 Oleh Taufiq Ismail


 Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa
 tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

 Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai
 merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR
 merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
 hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi
 merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan
 pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

 Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,
 tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

 Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala
 sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah
 dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan
 kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,

 Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang
 duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok,
 di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan
 antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai
 kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

 Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi
 tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,

 Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

 Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di
 toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

 Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,
 bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
 ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

 Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling
 menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
 Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di
 kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat
 penularannya ketimbang HIV-AIDS,

 Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di
 dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
 bisa ketularan kena,

 Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat
 merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu
 dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,

 Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang
 merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI
 sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan
 bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
 perusahaan rokok,

 Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok, di
 dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di
 ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok
 merokok,

 Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang
 perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

 Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

 Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat
 merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli
 hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi
 ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip
 berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke
 mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99
 butirnya,

 Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka
 memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan
 tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul
 yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

 Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut
 tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan
 ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
 Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

 Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15
 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000
 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

 Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
 Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu,
 sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

 Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
 lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

 Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang
 diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu
 ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap
 rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai
 terbatuk-batuk,

 Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120
 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih
 dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang
 bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban
 narkoba,

 Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa
 di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan
 celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan
 indah dan cerdasnya,

 Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan
 sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan
 fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap
 tuhan-tuhan ini,

 Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.


****
Taufiq Ismail





READ MORE - Tuhan Sembilan Senti

TAKUT 66, TAKUT 98




Mahasiswa takut pada dosen 
Dosen takut pada dekan 
Dekan takut pada rektor 
Rektor takut pada menteri 
Menteri takut pada presiden 
Presiden takut pada mahasiswa 
takut '66, takut '98 - 1998

(1998)
READ MORE - TAKUT 66, TAKUT 98